1. RUMAH ADAT ACEH (RUMOH ACEH)
Rumah Krong Bade adalah rumah adat dari
Nanggroe Aceh Darussalam. Rumah Krong Bade juga biasa dikenal dengan nama rumoh
Aceh. Rumah ini mempunyai tangga depan yang digunakan bagi tamu atau orang yang
tinggal untuk masuk ke dalam rumah. Rumah Krong Bade adalah salah satu budaya
Indonesia yang hampir punah.
Rumah Aceh (Aksara Jawoë : رومه
عادة اچيه) atau yang lebih dikenal dengan nama "Rumoh Aceh" merupakan rumah adat dari suku Aceh. Rumah
ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagan utama dan 1 bagian tambahan. Tiga
bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi
depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë
likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh
dapu (rumah dapur). Atap rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka
keluarga.
Rumoh Aceh di Museum
Aceh dengan Lonceng Cakra Donya di kawasan pekarangannya.
Foto ini diambil oleh tentara Kerajaan Belanda di Banda Aceh sekitar
awal abad ke 20 ketika Sultan
Aceh masih bertahta.
Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka
lakukan, selalu berlandaskan kitab adat. Kitab adat tersebut dikenal dengan
Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam terdapat tentang pendirian rumah. Di
dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid
atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas itu hendaklah
dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di
saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh
raja dan tamèh putroë”. karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku
yang melupakan apa yang telah diwariskan oleh nenek moyang mereka.
Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam Rumah Adat Aceh, istrilah yang dinamakan peurumoh, atau jiak diartikan dalam bahasa Indonesia adalah orang yang memiliki rumah.
Salah satu negara di dunia ini yang mempunyai keanekaragaman
budaya dan kultur adalah Indonesia. Tidak ada lagi negara yang memiliki
pluralisme yang tinggi seperti Indonesia. Selain itu juga wilayah negara
Indonesia sangat luas dan menjadikannya mempunyai banyak destinasi wisata yang
menarik. Salah satu keragaman Indonesia yang lainnya adalah mempunyai rumah
adat dengan desainnya yang sangat unik dan berbeda antara satu daerah dengan
yang lainnya.
Salah satu rumah adat di Indonesia yang unik dan mempunyai
desain yang menarik adalah rumah adat Krong Bade Aceh. Tidak ada rumah adat yang
mempunyai desain yang sama persis. Setiap rumah adat memiliki desain khasnya
tersendiri dan membedakannya dari rumah adat yang lain. Agar Anda bisa lebih
mengetahui dan mengenal rumah adat Aceh dengan lebih lengkap maka pada artikel
kali ini akan dibahas mengenai:
- Rumah Adat Aceh atau Krong Bade
Adalah
- Ciri-ciri Rumah Adat Aceh Krong
Bade
- Trik Bangun Rumah 2 Lantai Bergaya
Tradisional
- Komponen Utama Rumah Adat Aceh
- Seuramoe-ukeu (Serambi Depan)
- Seuramoe-likoot (Serambi Belakang)
- Rumoh-Inong (Rumah Induk)
- Rumoh-dapu (Dapu)
- Seulasa (Teras)
- Kroong-padee (Lumbung Padi)
- Keupaleh (Gerbang)
- Tamee (Tiang)
- Tahapan Membangun Rumah Adat Aceh
- Musyawarah
- Pengadaan Bahan
- Pengolahan Bahan
- Pendirian Rumah
- Keunikan Rumah Adat Aceh
1. Rumah Adat Aceh atau Krong Bade
Indonesia sudah mempunyai rumah adat sejak waktu yang sangat
lama. Rumah adat atau rumah tradisional adalah sebuah rumah yang dalam proses
pembangunannya mempunyai cara yang sama dan tidak pernah berubah atau hanya
mengalami penyesuaian sedikit dari generasi awal dan seterusnya. Rumah adat
erat kaitannya dengan dengan masing-masing grup etnis di Indonesia.
Setiap rumah adat dibangun dengan memperhatikan fungsi sosial
dan kegunaannya. Tidak ada rumah adat atau rumah tradisional yang dibuat tanpa
memiliki fungsi sama sekali. Tidak hanya itu saja, Anda juga akan bisa melihat
cara hidup dan ekonomi hanya dari rumah tradisionalnya saja.
Di Aceh juga terdapat rumah adatnya tersendiri yang bernama
Rumah Krong Bade. Selain itu, rumah adat ini juga mempunyai panggilan lain
yaitu rumoh Aceh. Namun, sungguh disayangkan bahwa saat ini Rumah Krong Bade
sudah hampir punah dan mulai sulit untuk ditemui. Salah satu penyebab Rumah
Krong Bade mulai ditinggali adalah karena biaya pembuatan rumah modern jauh
lebih murah dan mudah daripada Rumah Krong Bade. Selain itu juga karena
terdampak perkembangan zaman membuat penduduk secara perlahan mulai
menyesuaikan gaya hidup dan memperbarui tempat tinggalnya.
2. Ciri-ciri Rumah Adat Aceh Krong Bade
Setiap rumah adat yang ada di Indonesia mempunyai desainnya
yang berbeda-beda. Rumah Krong Bade sendiri mempunyai beberapa ciri khas yang
membedakannya dengan rumah adat lain. Rumah Krong Bade mempunyai sebuah tangga
pada bagian depan rumah untuk orang-orang yang akan masuk ke dalam rumah. Tangga
yang ada juga umumnya mempunyai jumlah ganjil sesuai dengan kepercayaan mereka.
Rumah Krong Bade membutuhkan tangga karena tinggi rumahnya yang naik beberapa
meter dari tanah.
Rumah Krong Bade naik dari tanah karena untuk mengurangi
panas dari dalam rumah dengan membiarkan udara melewati bagian kolong dari
rumah. Selain itu juga rumah dibuat tinggi dengan maksud untuk mengurangi
kelembapan di dalam rumah dan memperlambat pembusukan dari makanan yang ada di
dalam rumah. Selain itu di dalam Rumah Adat Krong Bade juga terdapat ukiran
pada dinding rumahnya. Banyaknya ukiran yang ada di dalam rumah menyesuaikan
dengan tingkat ekonomi dari pemilik rumah tersebut.
3. Trik Bangun Rumah 2 Lantai Bergaya Tradisional
Mempunyai dan membangun rumah sendiri adalah sebuah hal yang
sangat menarik. Anda bisa dengan leluasa menentukan desain dan rancangan dari
tempat tinggal Anda. Membangun rumah adalah sebuah proses yang tidak bisa
diputar kembali oleh karena itulah Anda harus benar-benar yakin untuk
menentukan desain dari rumah yang akan Anda bangun.
4. Komponen Utama Rumah Adat Aceh
Setiap bagian rumah adat mempunyai komponennya yang
berbeda-beda. (Foto: Wikipedia)
Rumah Adat Krong Bade selain berfungsi sebagai identitas
budaya juga mempunyai fungsi praktis sebagai rumah tinggal masyarakat Aceh.
Rumah adat ini mempunyai ruangan dengan fungsinya masing-masing yang berbeda.
Dilansir dari Merah Putih, di bawah ini adalah
beberapa komponen utama dari rumah adat Aceh:
a. Seuramoe-ukeu (Serambi Depan)
Komponen rumah adat Krong Bade yang pertama adalah
Seuramoe-ukeu. Ruangan ini disebut juga sebagai serambi depan yang berfungsi
sebagai ruang untuk bersantai dan beristirahat bagi seluruh anggota keluarga.
Serambi depan juga bisa dipakai sebagai tempat untuk menerima tamu.
b. Seuramoe-likoot (Serambi Belakang)
Komponen rumah adat Krong Bade yang berikutnya adalah
Seuramoe-likoot atau Serambi Belakang. Ruang serambi belakang mempunyai fungsi
untuk menjadi sebuah dapur, tempat makan dan tempat untuk keluarga dalam
berkumpul bersama.
c. Rumoh-Inong (Rumah Induk)
Komponen paling utama dari rumah adat Krong Bade adalah
Rumoh-Inong atau Rumah Induk. Ruangan ini merupakan sebuah ruang inti dari
rumah adat tersebut. Rumoh-Inong biasanya ditandai dengan lantai yang lebih
tinggi dari serambi depan karena sifatnya yang lebih pribadi.
d. Rumoh-dapu (Dapur)
Apabila seseorang mempunyai tingkat ekonomi yang lebih tinggi
maka biasanya di dalam rumahnya mempunyai bagian Rumoh-dapu tersendiri yang
terpisah dari ruangan lain. Dapur yang terpisah dari ruang utama juga merupakan
salah satu cara untuk membedakan fungsi dengan ruangan yang lainnya.
e. Seulasa (Teras)
Berbeda dengan serambi depan, Seulasa atau teras memiliki
fungsi untuk menerima tamu di depan rumah tanpa harus masuk ke dalam. Teras
bisa juga menjadi tempat untuk berkumpul di depan rumah sekaligus menikmati
suasana bersama keluarga.
f. Kroong-padee (Lumbung Padi)
Untuk rumah yang berukuran lebih besar umumnya mempunyai
sebuah Kroong-padee atau lumbung padi tersendiri. Sesuai dengan namanya, tempat
ini digunakan untuk menyimpan suplai padi untuk dijual atau dimasak sendiri
bersama keluarga. Selain itu ruangan ini juga biasanya dipakai untuk menyimpan
alat penumbuk padi.
g. Keupaleh (Gerbang)
Rumah adat Krong Bade yang berukuran besar umumnya mempunyai
sebuah Keupaleh atau gerbang. Gerbang ini juga berfungsi sebagai pembatas dari
rumah menuju jalan utama.
h. Tamee (Tiang)
Pada rumah adat Krong Bade terdapat sebuah kayu perama yang
ditancapkan pada tanah merupakan sebuah tanda dan akan dianggap sebagai tiang
utama dari rumah adat tersebut. Tiang yang ada pada rumah adat mempunyai bahan
utama dari kayu.
Tip
Rumah
Sebelum memasuki rumah adat Aceh Krong Bade Anda harus
mencuci kaki terlebih dahulu dengan menggunakan gentong air yang sudah
disediakan di depan rumah.
5. Tahapan Membangun Rumah Adat Aceh
Sama
seperti rumah adat yang lainnya, proses dan tahapan untuk membangun sebuah
rumah adat Aceh tidak boleh dilakukan secara sembarangan begitu saja. Ada
beberapa proses yang dilalui secara bertahap agar pembangunannya bisa
dilakukan. Di bawah ini adalah beberapa tahapan untuk membangun rumah adat Aceh
Krong Bade.
a.
Musyawarah
Tahapan
paling utama yang wajib dilakukan sebelum adanya pembuatan rumah adalah untuk
melakukan musyawarah keluarga. Setelah hasilnya sudah ditentukan dan mencapai
kata mufakat maka seluruh hasil dari perencanaan harus disampaikan kepada
Teungku atau Ulama pada kampung tersebut. Setiap masyarakat perlu melaporkannya
kepada Teungku untuk mendapatkan berbagai saran berharga untuk membuat rumahnya
bisa menjadi lebih nyman dan tentram.
b.
Pengadaan Bahan
Setelah musyawarah selesai dilakukan maka tahapan selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah dengan mengadakan bahan-bahan pembangunan rumah.
Beberapa bahan yang diperlukan untuk membangun sebuah rumah adalah seperti
kayu, bambu, daun rumbia dan beberapa ilalang untuk dijadikan pengikat.
Proses pengadaan bahan akan dilakukan secara gotong-royong
oleh masyarakat setempat. Pemilihan kayu dilakukan secara teliti dan hanya
menggunakan kayu yang tidak dililit oleh akar dan tidak akan menyebabkan kayu
lain menjadi berjatuhan apabila dipotong.
Setelah seluruh bahan lengkap terkumpul maka proses yang
selanjutnya adalah melakukan pengolahan bahan. Seluruh kayu akan dikumpulkan
pada sebuah tempat yang teduh dan tidak terkena air hujan. Kayu-kayu tersebut
akan direndam terlebih dahulu untuk menghindari agar tidak busuk dan dimakan
oleh serangga. Setelah itu, barulah kayu akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan
rumah.
d. Pendirian Rumah
Setelah seluruh bahan selesai diolah maka barulah proses
pendirian rumah dimulai. Tahap awal dalam pembangunan rumah adat Aceh adalah
dengan membuat sebuah landasan sebagai tempat untuk memancang kayu pertama.
Kayu pertama tersebut akan menjadi sebuah tiang raja dan akan diikuti oleh
tiang yang lainnya.
Setelah seluruh tiang telah terpasang dengan baik barulah
dilanjutkan dengan pembuatan bagian tengah dari rumah yaitu meliputi dinding
dan lantai rumah. Tahap terakhir yang dilakukan adalah pemasangan berbagai
bentuk ornamen sebagai hiasan pada rumah seperti ukiran dan lukisan.
6. Keunikan Rumah Adat Aceh
Setiap rumah adat pasti hadir dengan keunikannya sendiri. Rumah adat Aceh Krong Bade sendiri mempunyai beberapa keunikan yang membedakannya dari rumah biasa pada umumnya. Di bawah ini merupakan beberapa keunikan yang bisa Anda temukan pada rumah adat Aceh Krong Bade:
- Rumah Krong Bade dibangun dengan
menggunakan material yang berasal dari alam sekitar. Dalam pembangunannya,
rumah adat ini sama sekali tidak menggunakan paku dan hanya menggunakan
tali yang berasal dari serabut akar dan daun.
- Ukiran yang ada pada rumah Krong
Bade melambangkan status sosial dari keluarga tersebut. Apabila di dalam
rumah semakin banyak ukirannya maka dapat dikatakan bahwa keluarga
tersebut mempunyai status sosial yang lebih tinggi.
- Pintu pada rumah adat
Aceh mempunyai ukuran yang lebih kecil dari tinggi manusia pada umumnya.
Hal ini sengaja dibuat untuk memberi salam hormat kepada pemilik rumah
dengan harus membungkuk terlebih dahulu sebelum memasuki rumah tanpa
membedakan kasta dari tamu yang akan masuk ke dalam rumah.
2.
2. RUMAH ADAT PAPUA (RUMAH
HONAI)
Dengan
tinggi sekitar 2 – 2.5 meter, rumah adat dari Papua terdiri dari 2 lantai.
Lantai pertama biasanya terdiri dari kamar-kamar dan digunakan sebagai tempat
tidur, dan lantai kedua digunakan sebagai tempat beraktifitas: ruang santai dan
lain-lain. Di tengah ruangan di lantai pertama terdapat api unggun yang
digunakan untuk menghangatkan diri. Rumah adat Papua Honai merupakan rumah dengan arsitektur yang
sederhana, inti dari rumah ini adalah rumah yang melindungi orang-orang yang
tinggal di dalamnya dari udara dingin, tanpa fungsi rumit lainnya.
Kesederhanaan ini mungkin yang dijadikan patokan utama bagi suku Dani untuk membangun rumah Honai mereka, karena mereka termasuk jenis suku yang kerap kali berpindah tempat. Kesederhanaan desain dan bentuk Honai memudahkan mobilitas mereka.
Jenis-jenis rumah Adat Papua
Rumah
Honai terdiri dari 3 jenis, yaitu rumah untuk para lelaki (disebut Honai),
rumah untuk para wanita (disebut Ebei), dan rumah untuk ternak mereka, babi
(disebut Wamai). Ada juga beberapa orang Papua yang tidak lagi tinggal di rumah
adat Papua seperti pakem yang dulu ada, dan tinggal bersamaan antar anggota
keluarga inti, namun ternak/babi selalu mendapatkan rumah tersendiri. Bagi
orang Papua, ternak merupakan harta yang sangat berharga.
Rumah
adat provinsi Papua sebenarnya hanya ada 1 jenis saja, yaitu Honai itu sendiri.
Jika terdapat beberapa perbedaan, itu dikarenakan perbedaan daerahnya saja dan
perbedaannya tidak begitu mencolok. Rumah Honai dibuat berkelompok, karena
kadang satu keluarga membutuhkan lebih dari satu rumah untuk tempat ternak
mereka tinggal, dan anak-anak yang sudah akil baligh/dewasa. Dilihat dari
arsitekturnya yang sederhana, rumah ini berbentuk hampir seperti kerucut dengan
batu-batu kecil mengelilingi rumah tersebut.
Keunikan
khasanah kebudayaan bangsa tercermin dari banyaknya jenis rumah yang ada di
Indonesia. Walaupun Honai merupakan rumah asli suku Dani, kita dapat
menjumpainya di beberapa museum yang tersebar di Indonesia dikarenakan banyak
juga orang yang penasaran atau ingin tahu jenis rumah suku Dani papua ini.
Honai dan rumah-rumah adat suku lainnya merupakan bukti kekayaan budaya bangsa
kita yang patut kita ketahui.
3.
3. RUMAH ADAT MINANGKABAU (RUMAH GADANG)
Minangkabau merupakan kelompok etnis di Pulau Sumatera yang
memiliki wilayah yang luas. Minangkabau memiliki ragam budaya dengan ciri khas
tertentu. Kebudayaan yang dimiliki sangat melekat dengan kehidupan masyarakat
Minangkabau (Minang) beserta unsur agama yang kuat.
Salah satu kebudayaan yang menjadi
identitas kuat masyarakat Minang adalah rumah adat Minangkabau, atau yang
disebut juga dengan Rumah Gadang. Sebagai rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang
tidak terlepas dari sejarah yang dimilikinya.
Bentuk fisik Rumah Gadang Minangkabau
mirip sekali dengan tubuh kapal. Konon katanya wujud rumah tersebut
terinspirasi dari lancang (kapal) nenek moyangnya yang dibuat sebagai rumah
dengan pondasi-pondasi kayu. Selanjutnya cucu-cucu mereka meniru pembuatan
rumah tersebut.
Rumah Gadang, selain sebagai tempat
tinggal, juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk musyawarah keluarga,
upacara-upacara, serta menjadi kebanggaan sendiri sebagai rumah adat
Minangkabau.
1. Bentuk Atap Yang
Unik
2. Pilar Rumah
Gadang Dan Lanjar
3. Bentuk Interior
Rumah
4. Motif Ukiran
Rumah Gadang
5. Rangkiang
6. Istana
Pagaruyuang
7. Bagian Dalam
Rumah Gadang
Nilai-nilai ini merupakan makna yang didapatkan
dan ditafsirkan melihat bagian-bagian rumah yang ada. Makna filosofis ini
sangat kuat dan memperkokoh kebudayaan rumah adat yang dimiliki.
4.
4. RUMAH ADAT RIAU
Riau merupakan sebuah provinsi di Pulau
Sumatera yang wilayahnya meliputi kepulauan Riau dan beberapa pulau kecil
lainnya yang terletak di sebelah timur Sumatera dan selatan Singapura. Provinsi
yang beribukota di Pekanbaru ini menjadi salah satu provinsi terkaya di
Indonesia dengan berbagai macam sumber daya alamnya.
Riau memiliki keanekaragaman budaya yang
dipengaruhi oleh Suku Melayu dan Tionghoa serta beberapa suku lain yang
menambah kekayaan seni dan budayanya. Selain terkenal dengan Baju Kurungnya,
Riau juga memiliki rumah adat yang khas.
Pada masyarakat Melayu tradisional,
rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal saja tetapi juga sebagai
tempat untuk bermusyawarah, melakukan upacara adat, dan tempat berlindung bagi
siapa saja yang memerlukan.
Tidak heran jika bentuk bangunan rumah
adat Melayu tradisional di Riau biasanya memiliki ukuran cukup besar dengan
model rumah panggung yang menghadap ke arah matahari terbit. Berdasarkan
fungsinya, jenis rumah adat Melayu dibedakan menjadi rumah kediaman atau tempat
tinggal, rumah balai, rumah ibadah dan juga rumah penyimpanan.
a.
Rumah Melayu Atap Lontik
Rumah adat ini memiliki hiasan perahu
pada bagian kaki dindingnya. Salah satu ciri khas dari rumah adat ini adalah
jumlah tangga yang selalu ganjil, seperti lima, tujuh, dan seterusnya. Namun
biasanya banyak masyarakat yang menggunakan lima anak tangga karena menjadi
simbol rukun Islam.
Adapun bentuk tiang dari rumah adat ini
pun memiliki arti tersendiri. Seperti misalnya pada bentuk segi empat yang
melambangkan empat arah mata angin, segi enam yang melambangkan rukun iman
dalam agama Islam, dan lain sebagainya.
b.
Rumah Melayu Lipat Kajang
Nama rumah adat ini diambil berdasarkan
bentuk atap rumahnya yang menyerupai perahu dengan ujung atas bangunan yang
melengkung ke atas.
c.
Rumah Melayu Atap Limas Potong
Jenis rumah adat ini memiliki ciri khas
berbentuk rumah panggung yang menyerupai limas terpotong. Ketinggiannya sekitar
1,5 meter dan terdiri dari beberapa ruangan di dalamnya. Setidaknya ada lima
bagian utama, yaitu teras, ruang depan, ruang tengah, ruang belakang atau
tempat tidur dan dapur. Jenis rumah ini masih banyak ditemukan di wilayah
Kepulauan Riau.
d.
Balai Selaso Jatuh Kembar
Balai Selaso Jatuh Kembar memiliki makna
dua selasar (selaso,selaso) dimana lantainya lebih rendah dari ruangan tengah.
Masyarakat Melayu Riau sering menyebut rumah ini dengan Balai Selaso Jatuh.
Jenis rumah adat ini biasanya tidak
digunakan sebagai tempat tinggal melainkan untuk kegiatan kemasyarakatan, dan
dikenal dengan sebutan Balai Pengobatan, Balirung Sari, Balai Karapatan, dll.
Rumah adat ini dilengkapi dengan
berbagai hiasan atau ornamen berupa ukiran flora dan fauna dengan masing-masing
sebutan yang berbeda. Misalnya saja motif ukiran pada tangga yang disebut
dengan ombak-ombak atau lebah bergantung.
Motif ukiran di atas pintu dan jendela
yang disebut dengan lambai-lambai. Motif ukiran di samping pintu dan jendela
yang disebut dengan semut beriring atau kisi-kisi. Motif ukiran pada tiang yang
disebut dengan tiang gantung, motif ukiran pada ujung atas dan bawah tiang yang
disebut dengan pucuk rebung. Motif ukiran pada bidang memanjang atau melengkung
yang disebut dengan kalok paku.
Selain itu ada juga motif ukiran pada
cucuran atap yang disebut dengan sayap layang-layang. Motif ukiran pada puncak
atap yang disebut dengan selembayung, serta motif ukiran pada langit-langit
rumah dan ventilasi yang disebut dengan melur atau bunga cina.
e.
Rumah Adat Belah Bubung
Rumah adat dengan gaya rumah panggung
ini memiliki ketinggian sekitar 2 meter dari permukaan tanah. Disebut dengan
bubung karena rumah adat ini menggunakan bambu atau bubung.
Konstruksi bangunan dari rumah adat ini
terbuat dari bahan-bahan alami. Seperti kayu yang digunakan untuk pembuatan
tiang, tangga, bendul, gelagar, dan rasuk. Sementara bagian dindingnya
menggunakan papan dan atap menggunakan daun nipah atau rumbia.
f.
Rumah Singgah Sultan Siak
Disebut demikian karena rumah adat ini
merupakan salah satu tempat persinggahan dari Sultan Siak, Sultan Syarif Qasim
II. Kombinasi warna krem, kuning keemasan, dan biru masih dipertahankan sesuai
dengan bentuk aslinya. Bangunan dengan model rumah panggung khas Riau ini
terbuat dari material kayu, sementara pada pondasinya menggunakan tiang
penyangga untuk mengantisipasi luapan air sungai.
Secara umum Rumah Adat Melayu Riau memiliki beberapa komponen, yaitu:
Atap, yang terdiri dari silangan pada
perabung (ujung atap) dan kaki atap dimana keduanya melengkung ke atas. Adapun
hiasan pada perabung dikenal dengan sebutan selembayung (sulo bayung) dan pada
kaki atap disebut dengan sayok layangan.
Loteng atau ruangan pada langit-langit
yang terdiri dari dua bagian, yaitu langsa dan paran pada bagian dapur. Meski
begitu tidak semua ruangan memiliki loteng, ruang tamu pada sebagian rumah
dibiarkan tetap terbuka. Loteng digunakan sebagai tempat untuk memingit calon
pengantin perempuan, dan mengintip ke ruangan tamu atau luar rumah. Itulah
mengapa loteng sering disebut juga dengan “anjungan mengintai”.
Lobang angin atau ventilasi yang
biasanya berbentuk simetris dengan model persegi empat, persegi enam, persegi
delapan, maupun lingkaran. Lobang angin ini letaknya berada di atas pintu atau
jendela dengan material yang terbuat dari kayu sungkai.
Dinding yang pada zaman dahulu dibuat
miring dengan sudut sekitar 20-30 derajat yang diyakini merupakan adaptasi dari
bentuk kapal. Meskipun pada bagian luar dinding rumah terlihat miring, namun
dinding bagian dalam tetap dibuat lurus. Menariknya lagi, pada dinding ini
tidak menggunakan rangka melainkan balok kayu yang disebut purus dan tempat
menanam dinding yang disebut jenang.
Lantai yang pada bagian utama dibuat
rapat sementara pada bagian dapur dibuat agak renggang. Lantai rumah biasanya
terbuat daru kayu meranti, medang atau punak, sementara lantai dari kayu nibung
diletakkan pada bagian belakang rumah atau kamar mandi yang sering terkena air.
Susunan lantai dibuat sejajar dengan rasuk dan melintang di atas gelegar yang
pada bagian ujungnya dibatasi dengan bendul.
Bendul yaitu batas ruangan dan batas
lantai yang terbuat dari kayu. Bagian ini berfungsi sebagai penguat dan
pengikat pada ujung-ujung lantai sehingga tidak boleh bersambung.
Pintu, ambang atau lawang yang dibagi
menjadi dua jenis yaitu pintu yang menghubungkan bagian luar dengan bagian
dalam rumah dan pintu yang menghubungkan bagian-bagian di dalam rumah. Pintu
ini terbuat dari kayu pilihan dengan beberapa hiasan atau ornamen ukiran
tertentu.
Jendela yang dalam bahansa Melayu
disebut dengan tingkap atau pelinguk. Bentuk jendela mirip dengan pintu yang
terdiri dari satu-dua jendela dengan diberi kisi-kisi dan panel setinggi 30-40
cm.
Tangga yang biasanya berjumlah ganjil
dan dilengkap dengan tiang tangga berbentuk bulat atau persegi. Letaknya yang
berada di samping rumah dimaksudkan agar pandangan orang luar tidak langsung
menuju ke dalam rumah. Meski begitu ada juga yang meletakkan tannga di depan
rumah.
Tiang yang jumlahnya memiliki makna
filosofi tertentu. Tiang dengan jumlah 4 atau 8 melambangkan arah mata angin
yang juga menjadi simbol pengharapan rezeki dari berbagai penjuru. Tiang dengan
jumlah 7 melambangkan adanya tujuh tingkatan di surga dan neraka.
Sementara untuk tiang berjumlah 9 yang
disebut dengan tiang rangkaye merupakan simbol kemampuan ekonomi pemilik rumah.
Pada tiang ini juga terdapat tutup tiang yang menjadi pengunci tiang-tiang
sebagai penyangga rumah.
Selain itu juga terdapat komponen berupa
kolong rumah yang digunakan untuk menyimpan kayu bakar maupun sampan, rasuk dan
gelegar yang berfungsi sebagai pasak, jenang sebagai penyambung dinding, sento
yang menjadi penghubung antar jenang, dan alang yang dipasang melintang di atas
tutup tiang.
Ada juga kasau atau kaki kuda-kuda yang
juga berfungsi sebagai pengikat atap. Gulung-gulung yang dipasang sejajar
dengan tulang bubung, serta singap atau teban layer yang dibuat bertingkat dan
bisa berfungsi sebagai lobang angin.
5.
5. RUMAH ADAT LAMPUNG
Lampung identik dengan Taman Nasional
Way Kambas yang merupakan Pusat Konservasi Gajah pertama di Indonesia. Lampung
juga terkenal dengan cita rasa kopi robustanya yang khas dan populer dengan
sebutan Kopi Lampung.
Bukan hanya terkenal dengan taman
nasional dan kopinya saja, Lampung juga memiliki ragam kekayaan adat dan budaya
yang menjadi identitas masyarakat Lampung pada umumnya. Salah satunya adalah
rumah adat Lampung yang dikenal dengan sebutan Nuwou Sesat atau Sesat Balai
Agung
Selat Balai Agung digunakan sebagai
tempat pertemuan bagi para penyimbang adat atau purwatin. Sebelum memasuki
rumah adat ini harus melewati jambat agung atau tangga yang pada bagian atasnya
terdapat payung warna putih, kuning, dan merah. Ketiga warna tersebut merupakan
simbol dari kesatuan masyarakat Lampung.
Kaya dengan adat istiadat unik, lampung juga memiliki keragaman adat yang hingga kini masih dipertahankan, salah satunya adalah rumah adat. Berikut daftar lengkap rumah adat Lampung yang sebaiknya kita ketahui:
1. Nuwou Sesat
Rumah adat Lampung ini berbentuk rumah
panggung dengan deretan tiang penyangga yang cukup tinggi. Tujuannya adalah
untuk menghindari serangan binatang buas, mengingat letak rumah biasanya berada
di dekat hutan. Bentuk rumah panggung juga diyakini lebih aman untuk menghadapi
gempa bumi.
Istilah nuwou sesat berasal dari Bahasa
Lampung, nuwou yang memiliki makna rumah atau tempat tinggal dan sesat yang
berarti adat. Atau sering disebut juga dengan bantaian yang berarti bangunan
untuk tempat bermusyawarah dan menyimpan bahan makanan.
Hal ini dikarenakan fungsi nuwou sesat
bukan hanya sebagai tempat tinggal saja tetapi juga sebagai tempat untuk
menyelenggarakan pertemuan adat sekaligus upacara adat. Meski begitu, saat ini
fungsinya lebih banyak digunakan sebagai tempat tinggal.
Seperti rumah adat pada umumnya,
bagian-bagian dalam rumah adat Nuwou Sesat juga memiliki nama dan fungsi yang
berbeda, diantaranya adalah seperti berikut:
Pondasi dan tiang penyangga yang terdiri
dari umpak batu berbentuk persegi sebagai pondasinya dan tiang-tiang penyangga
(tihang duduk) yang diletakkan di atas umpak batu. Jumlah tiang pada bangunan
ini kurang lebih 35 buah dengan jumlah tihang induk (tiang utama) sebanyak 20
buah.
Dinding rumah adat nuwou sesat terbuat dari kayu dengan bentuk setangkup ganda, demikian juga pada bagian jendela namun ukurannya lebih kecil. Rumah adat ini memiliki empat buah jendela pada bagian depan yang dilapisi oleh teralis kayu.
Atap rumah adat nuwou sesat disebut
dengan istilah rurung agung. Atap dan ujung bubungan yang memusat pada titik
tengah bagian paling atas yang terbuat dari kayu bulat atau dikenal dengan
istilah button.
Di atas kayu bulat tersebut diletakkan
satu buah kayu bulat lagi yang berlapis tembaga, sementara di atasnya terdapat
dua tingkat dari tembaga atau kuningan. Pada bagian paling atas dilengkapi
perhiasan dari batu yang disesuaikan dengan selera pemilik rumah.
Tangga rumah adat Nuwou Sesat yang
disebut dengan ijan geladak menjadi akses keluar masuk rumah karena bentuknya
rumah panggung. Tangga juga berfungsi sebagai tempat penjaga menyampaikan
sesuatu kepada para tamu ketika kegiatan pepung adat berlangsung. Letaknya
berada di bagian depan rumah dan biasanya dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik
yang membuat bagian depan rumah terlihat lebih cantik.
Teras atau serambi rumah yang disebut
dengan anjungan, berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu kehormatan, melakukan
pertemuan kecil atau sekedar beristirahat. Sementara lantai nuwou sesat yang
disebut dengan khesi atau papan, terbuat dari kayu klutum, bekhatteh, dan
belasa.
Ruang bagian dalam rumah adat nuwou
sesat terdiri dari pusiban yang merupakan tempat untuk pepung adat atau
bermusyawarah dan hanya boleh dimasuki oleh para penyimbang dan beberapa tamu
saja. Tetabuhan yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan alat musik dan
pakaian adat Lampung, gajah merem yang digunakan sebagai tempat penyimbang beristirahat,
dan kebik tengah yang digunakan sebagai tempat tidur bagi anak penyimbang.
2. Nuwou Balak
Yaitu rumah adat Lampung yang digunakan
sebagai tempat tinggal bagi para penyimbang adat atau kepala adat yang dalam
Bahasa Lampung disebut dengan Balai Keratun. Ukuran rumah adat ini sekitar
30×15 meter yang bagian depannya dilengkapi dengan beranda sebagai tempat untuk
menerima tamu dan bersantai.
Bangunan utama rumah adat ini terbagi
menjadi beberapa ruangan, diantaranya adalah dua ruangan untuk pertemuan, satu
ruang keluarga, dan delapan kamar yang salah satunya digunakan sebagai tempat
tinggal bagi istri penyimbang.
Sementara dapur dari rumah adat ini
berada di bagian belakang yang terpisah dari bangunan rumah utama. Keduanya
dihubungkan dengan sebuah bangunan seperti jembatan yang pada bagian atapnya
terbuat dari ijuk enau dengan bentuk seperti perahu terbalik.
Secara garis besar, rumah adat nuwou
balak terdiri dari beberapa bagian yaitu:
Lawang kuri atau gapura, ijan geladak
atau tangga masuk, rurung agung atau atap, anjungan atau serambi untuk
pertemuan kecil, pusiban atau tempat musyawarah resmi, dan lapang agung atau
ruangan untuk kaum wanita berkumpul.
Selain itu juga ada kebik temen atau
kebik kerumpu sebagai kamar tidur anak penyimbang bumi atau yang tertua, kabik
rangek yang merupakan kamar bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua dan juga
kebik tengah atau kamar tidur bagi anak penyimbang batin atau anak ketiga.
3. Lamban Balak
Yaitu rumah adat etnis Saibatin yang
bentuknya hampir sama dengan rumah adat Nuwou Balak. Berbentuk rumah panggung
yang terbuat dari kayu dan papan pada bagian dinding, lantai, maupun
kerangkanya.
Rumah adat ini terdiri dari beberapa
bagian, diantaranya adalah:
Jan atau tangga masuk menuju ke rumah
panggung, lepau atau bekhanda yang merupakan ruang terbuka pada bagian depan
rumah, lapang luakh yang merupakan ruang tamu atau tempat untuk bermusyawarah,
dan lapang lom atau ruang keluarga yang juga difungsikan sebagai tempat
bermusyawarah.
Bilik kebik yang merupakan kamar utama,
tebelayakh yang merupakan kamar kedua, sekhudu yaitu ruangan belakang yang
diperuntukkan bagi ibu-ibu, dan panggakh atau loteng rumah yang digunakan
sebagai tempat menyimpan barang, piranti untuk keperluan adat, dan benda
pusaka.
Depokh atau dapur, gakhang yang
digunakan sebagai tempat untuk mencuci perabotan dapur, dan juga bah lamban
yang berada di bagian bawah rumah panggung. Biasanya digunakan sebagai tempat
untuk menyimpan hasil panen seperti kopi atau padi.
4. Lamban Pesagi
Lamban Pesagi merupakan rumah adat
lampung berusia ratusan tahun. Namun masih berdiri kokoh hingga saat ini, tanpa
perubahan berarti sejak pertama kali dibangun, bahkan bentuk aslinya masih
dipertahankan.
Rumah ini memiliki atap yang terbuat
dari ijuk dengan bangunan kayu yang telah disusun dan disatukan menggunakan
pasak kayu. Lambah Pesagi berasal dari wilayah Lampung Barat dengan bentuk
rumah panggung.
Berbeda dengan rumah panggung lain yang
pada bagian bawahnya digunakan untuk menyimpan hasil panen, rumah Lamban Pesagi
dilengkapi dengan lumbung yang digunakan untuk menyimpan hasil panen.
5. Nuwou Lunik
Yaitu rumah adat Lampung yang biasa
digunakan oleh masyarakat pada umumnya dengan ukuran yang lebih kecil. Jenis
rumah ini tidak dilengkapi dengan beranda, dan pada bagian serambi hanya
terdapat sebuah tangga yang letaknya berada di bagian pintu masuk yang mengarah
ke tanah.
Jika dibandingkan dengan nuwou balak,
bentuk rumah nuwou lunik terlihat lebih sederhana dan hanya memiliki beberapa
kamar tidur saja. Sementara bagian dapurnya menyatu dengan banguan utama rumah
dengan bentuk atap yang lebih bervariasi, ada yang menyerupai bentuk perahu
terbalik dan juga limas.
6.
6. RUMAH ADAT BALI
Rumah adat Bali banyak terdapat di Bali
yang sampai saat ini masih sering kita jumpai keberadaannya. Banyak sekali yang
tertarik oleh salah satu kota ini, entah karena keragaman budaya, atau adat
yang begitu kental yang Bali miliki.
Para masyarakat di Bali juga sangat
terkenal dengan bagaimana menjaganya dalam kelestarian budaya yang sudah
diwariskan oleh para leluhur-leluhurnya. Begitu juga dengan rumah adat yang
disinggahi, meskipun sudah berapa banyak atau bahkan berapa sering warga asing
keluar masuk ke pulau mereka, itu tidak bisa membuat goyah para masyarakat
leluhur dalam menjaga warisan para leluhur.
Macam-Macam
Bangunan Rumah Adat Bali
1.
Bangunan angkul-angkul
2.
Aling-Aling
3.
Bangunan Sanggah
4.
Rumah Adat Bale Manten
Material
Pembangunan
Arsitektur
Rumah Adat Bali
Struktur
Ruangan Rumah Dan Fungsinya
1.
Penginjeng Karang
2.
Bale Manten
3.
Bale Gede Atau Bale Adat
4.
Bale Dauh
5.
Paon
6.
Lumbung
Arsitek yang biasa menangani rumah adat
Bali tentunya memiliki pedoman tersendiri untuk membangun rumah adat tersebut.
Misalnya berpedoman kepada kosala kosali, dengan begitu arsitek dapat mendesain
rumah adat bali yang diinginkan. Dibawah ini beberapa bangunan rumah adat Bali
:
1. Bangunan angkul-angkul
Angkul-angkul adalah bangunan yang
menyerupai gapura yang juga memiliki fungsi sebagai pintu masuk. Ada hal yang
membedakan angkul-angkul ini dengan yang lainnya, yaitu bangunan ini memiliki
atap di atasnya.
2. Aling-Aling
Bangunan ini adalah bangunan yang
berdominan sebagai pembatas antara
angkul-angkul dan pekarangan ruangan atau biasa di sebut dengan tempat suci.
Ternyata aling-aling ini mempunyai arti tersendiri yaitu terkenal dengan adanya
hal-hal positif yang masuk jika terdapat aling-aling di rumah tersebut.
3. Bangunan Sanggah
Bangunan sanggah adalah bangunan suci
yang biasanya terletak di sebelah ujung timur laut dari rumah. Fungsi dari
bangunan sanggah sebagai tempat sembahyang bagi keluarga besar yang biasa
melakukan sembahyang umat hindu.
Bangunan satu ini adalah bangunan yang
khusus untuk anak perempuan dan kepala keluarga. Bale tersebut berbentuk
persegi panjang dan biasa diletakkan di sebelah timur. Di dalam ruangan bale
tersebut terdapat 2 bale yang lainnya yang biasa terdapat di sebelah kanan dan
juga kiri.
Material Pembangunan
Jika kalian yang sudah mengetahui rumah
adat satu ini, ternyata pembangunannya itu tidak disamakan atau bahkan sebagian
besar tidak disamaratakan karena terdapat beberapa hal. Mungkin bisa jadi
karena hal ekonomi dan sebagainya.
Misalnya bagi masyarakat biasa jika
membangun rumah adat cukup dengan menggunakan peci yang biasanya terbuat dari
tanah liat dan sebaliknya. Jika bangsawan yang membangun rumah adat, biasanya
menggunakan tumpukan bata sebagai pondasi dasar rumah adat tersebut. Begitu
juga dengan atapnya, yang menggunakan genting sebagai bahan dasar sebagai
menutup alang-alang rumah tersebut. Tapi semua itu kita kembalikan kepada
kondisi perekonomian yang dimiliki.
Arsitektur Rumah Adat Bali
Bagi yang sudah berkunjung ke Bali
tentunya kalian sering menemukan rumah adat Bali bukan? Rumah Adat Bali
biasanya di sebut dengan gabura candi bentar yang saat ini sudah di resmikan
menjadi rumah adat Bali.
0 komentar:
Posting Komentar