Studi Kasus:
Pak Seto adalah Kepala Sekolah sebuah sekolah dasar. Ia memiliki 2 guru kelas V yang berbeda cara mengajarnya. Ibu Tati guru kelas VA dan Ibu Sri guru kelas VB. Ibu Tati terkenal sebagai guru ‘galak’, namun pada saat yang sama, nilai rata-rata murid-muridnya sangat baik. Sehingga sifat keras Ibu Tati masih dianggap sesuai, demi mencapai hasil yang baik dari murid-muridnya. Sedang Ibu Sri adalah guru yang sabar dan tenang, namun ada beberapa muridnya yang memiliki nilai di bawah KKM. Suatu hari Ibu Sri datang ke ruangan Pak Seto selaku kepala sekolah, dan mengadukan perbuatan Ibu Tati yang menghukum salah satu muridnya di tengah terik matahari, berlutut di semen lapangan basket karena tidak membuat pekerjaan rumah. Ibu Sri sangat khawatir karena murid tersebut sudah menangis, namun sepertinya Ibu Tati tetap mengajar di dalam kelas seperti biasa, karena menganggap menjemur anak di terik matahari adalah hukuman pantas karena tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Bila Anda adalah Pak Seto sebagai kepala sekolah, apa yang akan Anda lakukan? Pendekatan apa yang ambil? Dasar pemikiran apa yang melatarbelakangi keputusan Anda?
(ERNAWATI)
Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Saya selaku
Calon Guru Penggerak untuk memenuhi tugas, ingin menanyakan beberapa pendapat
terhadap kasus ibu Tati tersebut diatas. Sebelumnya saya mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Susi, Ibu Salma dan Ibu Raihan yang telah bersedia untuk
meluangkan waktunya untuk saya wawancara. Materi pengambilan keputusan, terkait
dengan dilema-dilema etika yang terjadi dalam tugas kita selaku guru.
Nah
pertanyaannya adalah apa yang harus Ibu Susi lakukan dari kasus dari itu tadi
dan apakah guru lain dapat menginteruksi, dimana saat itu ada guru yang
memiliki wewenang atas kelas yang dipimpinnya dan dalam kondisi ini, Apa yang
bisa dilakukan dan dapatkah ibu Susi mengintruksinya? Mengapa? dan bagaimana?
Tanggapan Ibu Susi Susanti (pertama)
Kalau menurut
saya sebagai rekan kerja dari ibu Tati pada saat itu kan cerita disitu bahwa
kelas saya berdampingan pas dengan kelasnya Ibu Tati. Kalau yang saya lihat
dengan sikap sosial yang ada. Ada lebih baik saya tidak langsung menegur tapi
melihat keadaan dan kondisinya saja, pertama saya berkoordinasi dulu dengan Ibu
apa yang terjadi. Bagaimana dengan kesalahan siswa dan kemudian baru saya bisa
mengetahui apakah ini layak atau tidak karena setelah saya baca mungkin ceritanya
mengandung Malang ya istilahnya karena anaknya katanya sudah minta maaf. Jadi
kalau anak kelas 5 SD itu menurut saya belum bahkan tak selayaknya mendapatkan
hukuman seperti itu. Itu ukurannya terlalu keras kalau menurut saya.
(ERNAWATI)
Baik terima
kasih atas tanggapan atau jawaban dari studi kasus yang pertama ini yang bisa
saya ambil catatan disini terkait dengan apa yang ibu Susi lakukan dari kasus
ini adalah langsung berkoordinasi dengan Ibu Tati menanyakan terkait dengan apa
yang dilakukan oleh bu Tati itu wajar atau tidak bisa diterima atau tidak,
berarti itu langsung mengarah kepada menginstruksi selaku rekan kerja. Dan
kira-kira Apakah ini sebuah hukuman yang layak atau tidak kepada siswa yang
baru kelas 5 dan pastinya ibu Susi memandang itu bahwa hukumannya terlalu berat
karena harus berlutut di semen lapangan basket yang pada saat itu panas terik. Kemudian
siswanya menangis pastinya kalau siswanya menangis itu mengganggu kelasnya ibu Susi.
Jadi demikian yang bisa saya garis bawahi terkait dengan jawaban dari studi kasus
ini.
Tanggapan Ibu Salma (kedua)
1. Yang saya
harus lakukan pertama kali adalah bertanya pada anak tersebut yang menangis,
tentang mengapa dia sampai dihukum di luar kelas. Jika misalnya ia melakukan
hal buruk yang memang membuat dia pantas dihukum (misalnya mencuri barang teman
atau bertengkar sampai membuat teman terluka) maka saya akan menasihati anak tersebut
tentang perbuatannya dan menyetujui cara Ibu Tati menghukum muridnya. Sedangkan
jika ia melakukan hal yang memang seharusnya berlebihan untuk dihukum di luar
kelas seperti itu (misalnya ia hanya mengunyah permen karet atau melempar
sebuah kertas di kelas) maka saya akan berpikir untuk menginterupsi di kelas
Ibu Tati karena menghukum seorang anak seperti itu dirasa berlebihan karena hal
tersebut hanya perlu nasihat singkat saja bagi si anak.
2. Menurut saya
bisa, karena tangisan anak tersebut bisa mengganggu pembelajaran anak kelas
lain sekaligus anak kelas Ibu Tati.
3. Jika memang
kesalahan anak tersebut berat (mencuri, merundungi teman, bertengkar) maka saya
akan meminta Ibu Tati untuk membawa anak tersebut ke ruang BK saja, namun jika
kesalahan anak tersebut ringan (contohnya tidak membawa buku pelajaran dan
melempar sebuah kertas) maka saya akan meminta Ibu Tati agar anak tersebut
dinasihati saja atau dihukum ringan (melakukan piket sepulang sekolah atau
tugas tambahan).
4. Saya bisa menginterupsi kelas Ibu Tati dengan alasan anak tersebut mengganggu pembelajaran kelas lainnya, lalu cara selanjutnya saya meminta Ibu Tati membawa anak ke BK (jika kesalahan berat) atau memasukkan lagi ke dalam kelas dan melakukan hukuman sepantasnya (jika kesalahan ringan).
Tanggapan Ibu Raihan (ketiga)
Menurut saya
sangat tidak setuju dengan tindakan ibu Tati yang terlalu berat kepada anak
seusia kelas 5 SD. Karena kesalahan dia hanya tidak mengerjakan tugas (PR). Saran
saya kepada Ibu Tati untuk mencoba mengajak bicara secara baik-baik kepada anak
tersebut, mungkin saja dia tidak sempat mengerjakan PR karena ada masalah di
rumah atau halangan lainnya. Jadi sangat tidak pantas seorang guru langsung
menghukum siswa yang berbuat kesalahan kecil. Tapi berusaha berbicara terlebih
dahulu dari hati ke hati, face to face agar lebih paham tentang kondisi
siswanya.
(ERNAWATI)
Terimakasih kepada
ketiga rekan kerja saya yang telah membantu memberi tanggapan terhadap
kasus yang dialami ibu Tati. Semoga bermanfaat
untuk kita semua. Jadi Sekali lagi saya sampaikan banyak terima kasih atas
waktunya.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
mantap bu erna ...semangat terus ya,,
BalasHapus